CERPEN BERSELISIH DISETIAP WAKTU
BERSELISIH DISETIAP WAKTU
“Kau
ini terlalu ceroboh” bentakku kesal sambil menunjuk wajah Doni. Aku
berlalu menuju ruang tengah.
“Kataku
kan benar, lagi pula aku nggak mungkin salah kan!” ujar Doni.
Aku semakin kesal akan sikap Doni
yang selalu menganggap dirinya benar itu. Padahal dia belum berfikir sebelum
mengambil keputusan. Sampai –sampai ku teringat pada peristiwa 10 tahun yang
lalu, dimana Aku dan teman-teman termasuk Doni yang selalu menganggap dirinya
paling benar itu.
Ketika itu ……..minggu pagi, saat
matahari baru muncul dari ufuk timur. Burung-burung berkicau sekeras dan
semerdu-merdunya. Aku pun dengan segar membuka mata dari tidurku.
“Zak …Zak…. Zaka! ”
Terdengar
suara teriakan teman-teman memanggilku, mendorongku bangun dari tempat tidur.
“hey..ada
apa” kataku
“katanya
mau berpetualang ke hutan?” kata Ilham salah satu temanku.
“Ohhh
lali aku” jawabku dengan memakai bahasa jawa yang hanya satu-satunya
yang ku tau, yang artinya lupa
Aku berangkat ke lapangan sambil
menunggu teman-teman yang lain. Si Doni datang dengan dada membusung ke depan,
berjalan seperti seorang yang gagah dengan sikap cuek dan angkuh serta tanpa
mengucapkan salam sedikitpun.
“hey
Doni, jangan mentang-mentang orang kaya kamu seenaknya datang, paling tidak
ucapkan salam kek” kata temanku Fajar dengan wajah sedikit kesal.
“weh
weh weh.. trus kalau gue orang kaya, kalau gue datang seenaknya, kalau gue
tidak mengucapkan salam. Masalah buat loe?” jawab Doni dengan sombong.
Fajar
semakin kesal sampai-sampai dia marah dan langsung mendorong Doni hingga
terjatuh.
“heh
jangan sombong kamu yaaa.” kata Fajar.
“wwoooow
ada yang lagi marah nih” ujar Doni.
“terus
kalau gue marah, masalah buat loh?” jawab Fajar sambil meledekinya.
“nggak
masalah tuh, soalnya kamu kan
nggak level denganku” jawab Doni.
“ehh
eh eh jangan tengkarlah kita kan
teman, seharusnya antar teman itu harus rukun, bukan malah tengkar-tengkar
nggak jelas!” kataku sanbil menasehati mereka.akhirnya si Doni dan si Fajar
tidak rebut lagi dan petualangan kembali dilanjukan.
Matahari semakin meninggi, cuaca
semaki panas, dan tibalah kami diatas bukit.
“wah…indah
sekali” kataku.
“wah betul Zak, saatnya gue bilang….. WAW
CETAR MEMBAHANA BADAI” teriak Fajar dengan perkataan lebay.
Beberapa detik kemudian Doni
menemukan sebuah rumah bambu. Dimana disana terdapat sepasang suami istri yang
sudah tua dan anjing anjing yang menemani mereka.
“hey
teman-teman, disana ada rumah tuh, trus itu ada kakek dan nenek-nenek dan
kelihatannya ada banyak anjing tuh,, ayo kesana!!” kata Doni.
“uh
jangan eehh. Aku takut!!..nanti pas anu.!” Jawab Ilham dengan wajah ketakutan.
“Ham..
itu kan cuma
kakek dan nenek-nenek yang sudah tua, masak takut? ” ujar Fajar.
“aku
bukan takut karena itu, tapi aku takut karena anjing-anjing itu tuh, nanti
kalau pas digigit gimana?” jawab Ilham.
Fajar menakut-nakuti ilham dengan
menirukan suara gong-gongan anjing.
“ssssst
…. Dengar itu……..hug…hug…hug…!!!”
“Aaaaaaaaaa!!!”
Ilham lari mendahului barisan terdepan.
Gemercik air terlintas disamping
kiri telingaku. Terlihat sebuah sungai yang beraliran kecil dan jernih. Kami
hendak membasuh muka sejenak guna meringankan rasa lelah dan letih. Tak lama
kemudian dering handphoneku berbunyi menandai bahwa petualangan kali ini cukup
sampai disini.
Si Doni kembali beraksi. Di tengah
perjalanan Doni yang menganggap dirinya paling benar itu, seolah-olah menjadi
ketua petualangan ini. Dia menunjukan jalan yang salah.
“hey..
lewat sini aja…! Disitu banyak hewan buasnya”
“masak
sih!!” tanya Ilham.
“iya”
jawab Doni sambil menakut-nakutiya.
“iih…ya
udah lewat situ aja” kata Ilham.
“loh
…. Ini kan
jalan yang benar, masak mau lewat jalan yang lain?” Tanya Fajar.
“ini
benar kok” jawab Doni.
“tapi
sudah jelas-jelas itu jalan yang salah, nanti kalau pas tersesat apa kamu mau
tanggung jawab?” Tanya Fajar dengan kesal.
“ayo
dah ini jalan tercepat dan teraman dan
kupastikan saat perjalanan kalian melihat pemandangan yang indah-indah” jawab
Doni.
Doni berusaha membujuk teman-teman
untuk menuruti apa kata dia dengan melewati jalan yang ia perintahkan. Meskipun
Doni tidak tau kemana arah jalan itu.
“ayolah………”
“ok
…. Tapi sesuai janji kamu, bahwa kamu akan tanggung jawab dan jika kita
benar-benar tersesat, maka kamu harus merubah sikapmu.. ok?” kataku dengan
mengajak Doni berjanji.
“ok…”
Beberapa menit kemudiankami tidak
tau kemana lagi kaki akan melangkah dan kami semua pun tersesat. Doni dan Fajar
tidak henti-hentinya berdebat
“hey
Don …gimana ini, kemana lagi mau pergi, jalan mana lagi yang mau kita lewati?”
Tanya Fajar.
“ehm
gimana yah !!” jawab Doni.
“kamu
tau nggak sih jalan ini? ” Tanya Fajar.
“ya
tau lah .. buktinya kan
ku bilang aman .. betulkan?, trus pemandangannya indah lagi” jawab Doni.
“ya
itu mamang sih, tapi trus kita sekarang kemana ?” kata Fajar.
”tau
ah” kata Doni dengan sikap cueknya.
“kamu
ini giman sih, coba kalau kita lewat jalan yang biasanya kan pastinya udah nyampek rumah nih” jawab
Fajar dengan kesal.
“biar, kan
enak bisa lama-lama disini” ujar Doni.
“eh
kamu ini malah senang. Kita nya tersesat malah senang uhhh” kata Fajar dengan kesal dan mendorong
Doni hingga terjatuh sampai-sampai hampir memukulnya, mereka berdua saling
berpegang teguh pada argumennya. Sampai-sampai ego mereka ikut campur, saling
melontarkan kata-kata tidak baik dan tangan-tangannya saling beraksi karena ego
masing-masing.
“udah udah udah… ,sebaiknya sekarang kita mikir,
gimana caranya agar kita semua dapat pulang dengan selamat” kataku.
Semua teman-teman berpikir mencari
ide-ide agar dapat mengetahui arah jalan pulang. Akhirya ide-ide itu hinggap di
pikiranku. Aku menyuruh mereka naik ke atas bukit, karena ketinggian bukit
dapat membantu melihat daerah-daerah di bawahnya. Tetapi itu sia-sia, karena
jalan-jalan dibawahnya tertutupi oleh daun-daun pepohonan.
Suasana semakin kacau, ditambah
hujan yang turun semakin lebat. Fajar dan Doni tidak henti-hentinya berdebat.
Sampai-sampai mereka saling tonjok-menonjok. Ku berusaha melerainya, namun si
Doni dengan amarahnya malah semakin egois, malah semakin buas, lesatan tangannya mengenai wajahku.
“aaaduuuhhhhh”
“kamu
jangan ikut campur” kata Doni.
“Don…
kamu jangan gitu. Ini kan
juga salahmu” kataku.
“alah
..udah kamu tutup mulut aja” jawab Doni.
Aku tidak henti-hentinya nasehati
Doni, namun Doni tetap keras kepala. Akhirnya datanglah seorang kakek yang ada
di rumah bambu tadi. Kakek itu langsung menunjukan jalan untuk pulang tanpa
kami tanya.
“lewat
sini” kata kakek itu.
“iya
kek!!” kataku dan langsung mengikuti kakek itu.
“oh
iya itu jalan yang tadi” ujar Ilham.
Kaki-kaki kembali melangkah bergegas
untuk pulang. Karena hawa dingin sedikit demi sedikit melumpuhkan semangat.
Terbesit dalam pikiranku peristiwa 10 menit yang lalu. Dimana kakek-kakek itu
datang dengan sendirinya.
“kenapa
bisa tau ya kalau kita tersesat?, apa kakek itu punya indera ke enam, atau
punya pendengaran super, atau juga kakek itu seorang penyihir….eh aku kok mikir
kayak gitu …sudahlah yang penting kita semua dapat segera pulang” ucapan dalam
hatiku.
Doni tidak jera akan tindakannya
itu.
“teman-teman,
mestinya kalian tuh harus berterimakasih ke aku, kan aku yang menemukan rumah bambu itu” ujar
Doni.
“emk…
” kata Fajar kepada Doni.
“kan betul lagi pula aku nggak mungkin salah kan?” tanya Doni.
“ehm
…. Don …Don …Don,,…” sorak teman-teman dengan keras.
Tamat