Proses Kedatangan Bangsa Barat dan
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Ekonomi Rakyat di Indonesia
Keberhasilan
Turki Usmani menguasa Konstantinopel pada tahun 1453 dibawah pemerintahan
Sultan Muhammad II sangat berpengaruh terhadap jalur perdagangan internasional.
dari Asia dengan harga yang murah, andaikatapun membeli di pelabuhan Timur
Kerberhasilan ini meyebabkan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Laut Tengah
dikuasai oleh Turki Usmani. Hal inilah yang menyebabkan bangsa-bangsa Eropa
kesulitan mendapatkan barang-barang Tengah tentu dengan harga yang mahal.
Sebagai akibat dari semua ini, bangsa Eropa berusaha mencari jalur perdagangan
baru dengan mengarungi samudra untuk sampai di Asia, termasuk ke Indonesia.
Walaupun kedatangan mereka pada mulanya bertujuan untuk mendapatkan sumber
bahan mentah (ekonomi) namun tidak dapat dipungkiri juga adanya alasan lain
yaitu kepentingan akan kekuasaan dan agama.
Bangsa Portugis
menjadi pelopor pelayaran kearah timur yang kemudian saecara berturut-turut
diikuti oleh bangsa lain seperti Spanyol, Inggris dan Belanda. Bartolomeuz Diaz
adalah orang Portugis yang berlayar dari Lisabon ibu kota Portugal, menyusuri
pantai barat Afrika yang berakhir di pantai selatan Afrika tahun 1486. Kemudian
dikenal dengan nama Tanjung Harapan. Pelayaran berikutnya dilakukan oleh Vasco
da Gama, mereka meneruskan kebehasilan pelayaran sebelumnya sehingga pada tahun
1498 mendarat di Kalikut, pantai barat India. Ekspidisi selanjutnya dilakukan
oleh Alfanso d’Albuquerque yang berhasil mendarat di Malaka pada tahun 1511.
Portugis berhasil menguasai Malaka yang pada saat itu dibawah kekuasaan raja
Mahmud Syah. Inilah awal dari kedatangan bangsa Eropa di tanah air, kemudian
diikuti oleh bangsa-bangsa Eropa lainnya. Dengan demikian Indonesia terbukalah
di mata bangsa Eropa.
Pendudukan Portugis atas pusat
perdagangan di Semenanjung Melayu itu segera membuka jalur langsung ke
pusat-pusat penghasil rempah-rempah di Kepulauan Indonesia, termasuk penghasil
cegkeh, pala dan fuli di Kepulauan Maluku. Di Sumatera, Portugis membuka
hubungan dagang dengan Pasai, Barus, Pedir, Aceh, Siak dan Minangkabau. Di Jawa
Portugis berhasil membangun hubungan yang baik dengan kerajaan Sunda dan
Panarukan disamping hubungan dagang dengan beberapa pusat perdagangan di pantai
utara Jawa.
Di abad 16 Portugis menjadi
penguasa perdagangan antara Hindia Timur dengan Eropa. Pada saat itu jalur
perdagangan antara Dunia Timur dengan Eropa telah beralih ke jalur pelayaran
laut melalui Laut Tengah ke Jalur Afrika Selatan dan Atlantik. Perang 80 tahun
(1568-1648) antara Belanda dan Spanyol yang dikenal juga dengan perang
kemerdekaan Belanda, menyebabkan Belanda dilarang berdagang di pelabuhan
Lisboa. Para pedagang Belanda kehilangan mata pencahariannya sehingga berusaha
secara langsung mendapatkan rempah-rempah dari Indonesia. Walaupun pada awalnya
Portugis merahasiakan jalan ke pusat penghasil dan perdagangan rempah-rempah,
tetapi Belanda segera menyusul Portugis dan Spanyol memasuki perairan Kepulaan
Indonesia setelah Jan Hyugen van Linschoten mempublikasikan peta dan catatan
tentang penemuan Portugis ke Hindia Timur pada tahun 1590. Dibawah
pimpinan seorang pelaut Belanda bernama Cornelis de Houtman yang pernah bekerja
di kapal Portugis maka pada tahun 1596 rombongannya berhasil mendarat di
pelabuhan Banten, dengan empat buah kapal yang berawak 249 orang beserta 64
buah meriam.
Mereka
berhasil membawa pulang rempah-rempah dalam jumlah yang besar, walaupun harus
menghadapi berbagai konflik baik dengan Portugis maupun dengan para penguasa
lokal serta kehilangan hampir tiga perempat awak kapal akibat penyakit dan
pertempuran.
Sejak
pelayaran de Houtman, maka banyak berdiri perusahaan-perusahaan dagang Belanda
yang masing-masing memiliki kapal sendiri dan berlayar ke Indonesia. Hal ini
menyebabkan timbulnya persaingan diantara para pedagang Belanda. Para pedagang
berusaha mendapatkan rempah-rempah di Indonesia untuk secepatnya memenuhi
muatan kapalnya. Akibatnya harga pembelian rempah-rempah di Indonesia
meningkat. Para petani dan pedagang Indonesia memperoleh untung, sedangkan di
Eropa harga rempah-rempah semakin merosot, karena semakin banyak tersedia di
pasaran Eropa. Hal ini berpengaruh juga terhadap harga rempah-rempah di tanah
air dikemudian hari.
Persaingan
di antara pedagang Belanda semakin lama semakin meruncing, begitu juga
persaingannya dengan Portugis, maka pedagang Belanda di dukung oleh
pemerintahnya membentuk kongsi dagang yang bernama VOC (Vereenigde
Oost-Indische Compagnie) pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah badan dagang yang bersifat partikelir, dimana para pedagang
Belanda bergabung di dalamnya. Namun
demikian pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa, umpamanya:
1. Hak monopoli perdagangan dari ujung selatan Afrika ke sebelah timur sampai
ujung selatan Amerika.
2.
Hak memiliki tentara sendiri dan pengadilan
sendiri.
3.
Hak memiliki mata uang sendiri.
4.
Hak menguasai dan mengikat perjanjian dengan
kerajaan-kerajaan lain, di daerah kekuasaan monopoli perdagangannya.
Memperhatikan
hal tersebut menyebabkan perkembangan VOC sangat pesat. Pedagang-pedagang
Portugis di Indonesia dapat didesak. Sebagai wujud keberhasilan itu pada tahun
1641 VOC dapat menduduki Malaka dengan mengusir bangsa Portugis. Kekuasaan
Portugis di Maluku terdesak dan hanya mampu bertahan di Timor Timur.
Inggris
tidak mau kalah dengan Belanda, Inggris juga mendirikan kongsi dagang bernama
EIC (East India Company) pada tahun 1600. Ini berarti VOC mendapat saingan dari
Inggris dalam mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Sejak bangsa Belanda
menjadi sekutu Perancis, Inggris mulai mengancam kedudukan Belanda di
Indonesia. Dibawah pimpinan Lord Minto sebagai Gubernur Jendral Inggris di
Calkuta, maka didirikan ekspidisi Inggris untuk merebut kekuasaan Belanda di
Indonesia. Pada tahun 1811 Inggris berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda
di tanah air sehingga kekuasaan Inggris di Indonesia ada dibawah pimpinan
Raffles sampai tahun 1816. Berdasarkan Konvensi London (Convention of London)
tahun 1814, Indonesia diserakan kembali oleh Inggris kepada Belanda, karena
secara ekonomis maupun politis menguasai Indonesia tidak ada untungnya. Adapun
isi pokok dari Konvensi London adalah:
1.
Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
2.
Jajahan-jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni,
Guyana tetap di tangan Inggris.
3.
Cochain (di pantai Malabar) diambil oleh Inggris
dan Bangka diserahkan peda Belanda sebagai gantinya.
Pada masa transisi ketika Hindia
Belanda dikuasai oleh Daendels dan Raffles, pemerintah kolonial memberlakukan
berbagai kebijakan yang berpengaruh terhadap kehidupan rakyat. Masa Daendels
memutuskan agar semua pegawai pemerintahan menerima gaji tetap dan melarang
melakukan kegiatan perdagangan, melarang penyewaan desa, kecuali untuk
memproduksi gula, garam dan sarang burung. Di sisi lain Daendels memperkenalkan
penanaman wajib kopi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menjual tanah dan memaksa
penduduk membangun jalan raya sepanjang Pulau Jawa (Anyer-Penarukan). Raffles,
juga menginginkan adanya pengawasan pemerintah yang ketat atas penyewaan tanah
yang dianggap merugikan rakyat. Semua ide itu tidak sempat dilaksanakan
sehingga penderitaan rakyat tidak berkurang.
Sejak tahun 1830, ketika
Belanda memperkenalkan Cultuurstelsel atau Cultivation System dalam bahasa
Inggris yang dalam bahasa Indonesia sebagai Sistem Tanam Paksa. Sistem ini pada
dasarnya dilakukan untuk menutupi defisit anggaran baik pemerintah Belanda
akibat perang kemerdekaan Belgia dan perang Diponogoro. Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Jawa oleh Jahanes van den Bosch. Adapun pokok-pokok sistem Tanam Paksa adalah:
1.
Rakyat wajib menyerahkan seperlima dari lahan
garapannya untuk ditanami tanaman wajib yang berkwalitas eksport.
2.
Lahan yang disediakan untuk wajib dibebaskan
dari pembayaran pajak tanah.
3.
Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan
kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang
harus dibayar akan dibayarkan kembali kepada rakyat.
4.
Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap
tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk
menanam padi.
5.
Mereka yang tidak memiliki tanah wajib, bekerja
selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.
6.
Kegagalan panen tanaman wajib akan menjadi
tanggung jawab pemerintah.
7.
Penggarapan tanaman wajib di bawah pengawasan
langsung daripara penguasa pribumi. Pegawai Belanda mengawasi secara umum
jalannya penggarapan dan pengangkutan.
Dalam kenyataan pelaksanaan
Cultuurstelsel banyak terjadi penyimpangan,karena berorientasi pada kepentingan
imperislis, diantaranya:
1.
Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian,
tenaga dan waktunya untuk tanaman eksport sehingga tidak sempat mengerjakan
sawah dan ladangnya sendiri.
2.
Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja
melebihi waktu yang ditentukan.
3.
Jatah tanah untuk tanaman eksport melebihi
seperperlima lahan garapan, apalagi kalau tanahnya subur.
4.
Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah
pajak yang harus dibayar tidak dibayarkan kembali kepada rakyat.
5.
Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi
tanggung jawab rakyat.
Selain di Pulau Jawa, kebijakan yang hampir sama juga
dilaksanakan di tempat lain seperti Sumatra Barat, Minahasa, Lampung dan
Palembang. Kopi merupakan tanaman utama di dua tempat pertama, sedangkan lada
merupakan tanaman utama di dua wilayah yang ke dua. Di Minahasa, kebijakan yang
sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa. Di Sumatra Barat sistem tanam
paksa dimulai sejak tahun 1847, ketika penduduk yang telah lama menanam kopi
secara bebas dipaksa untuk menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah
kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan sistem tanam paksa ini dilakukan
melalui jaringan birokrasi lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar